Sabtu, 09 Juni 2012

Jakarta Yang Perlu Pembenahan

Sudah menjadi suatu desakan agar ibukota Jakarta memerlukan pembenahan dimulai dari para pemimpinnya yang menjadi tonggak kemajuan dari suatu wilayah. Ibukota Jakarta semakin dikenal di mancanegara sebagai kota yang disejajarkan dengan kebanyakan ibukota negara di wilayah Asia Tenggara. Kota yang padat penduduk dengan beragam kultur mencerminkan Jakarta dihuni masyarakat Indonesia dari Sabang hingga Merauke, bahkan para warga non Pribumi atau keturunan. Dalam hambatannya ada saja permasalahan terutama dalam bersosialosasi, mulai dari ketersinggungan akan segala hal hingga yang majemuk, seperti ragam ketidak patuhan terhadap penegakkan aturan hingga kepada ketidak disiplinan terhadap diri - sendiri dan di sekitar diri kita masing - masing.

Namun, dalam persoalan di kawasan publik, kendala di jalan raya menjadi nomor satu disejajarkan juga dengan minimnya keberadaan petak rel KA. Ibukota Jakarta masih terkalahkan dengan kebanyakan ibukota negara lainnya yang mana kondisi sarana publik dalam hal ini transportasi memiliki ragam alternatif. Tidak hanya di sungai, bahkan ibukota seperti Bogota dan Mexico City pun dikembangkan terus jalur khusus sepeda yang di Indonesia semakin termarjinalkan. Ibukota Beijing akan mengembangkan inovasi bus bertingkat yang berlaju di antara 2 rel pada sisi kiri dan kanan jalan raya tanpa mengganggu arus lalu lintas kendaraan bermotor yang ada.

Ibukota Jakarta sebetulnya menurut aku mampu mengembangkan itu semua asalkan perlu peran serta masyarakat tanpa memandang strata sosial, kultur dan keegoisan yang ada. Secara bertahap aku mengharapkan banyak pembenahan yang ada....

1. Dapat Dimulai dari Wilayah Pembenahan Kotamadya
Ibukota Jakarta memiliki 5 wilayah kotamadya yang dikepalai oleh seorang Walikota. Walikota pun bertanggung jawab membawahi wilayah kecamatan yang dikepalai oleh seorang camat dan kelurahan yang dikepalai oleh seorang lurah. Namun, tidak mudah mengingat banyak pendatang yang memasuki wilayah ibukota Jakarta bahkan pinggiran Jakarta melalui berbagai cara dan sepanjang waktu. Sebaiknya disusun perencanaan yang terarah tanpa merugikan banyak pihak yang merasa termarjinalkan atau dengan kata lain yang diminoritasi untuk ditindas di atas kepentingan para penguasa. Tanpa memandang pada sisi luar yang ada masih banyak masyarakat yang membutuhkan saran publik sebagai aktifitas harian yang tidak mudah dijangkau dalam waktu tertentu. Kecuali kalau di antara kita menggunakan pengawalan ketat bahkan super ketat yang menyita ruas jalan yang seharusnya dapat menjadi sarana publik 24 jam dalam sehari.

Kamis, 08 Juli 2010

Sulitnya Menghadapi Umat Manusia Komuter Dalam Hal Ini Pendatang

Banyak orang berkata bekerja di kebanyakan orang yang berpenghasilan baik, maka kita akan 'kecipratan' rezeki yang baik pula. Namun, bukan berarti dengan mudahnya kita lakukan segala cara agar dapat mampu menjangkau kebanyakan orang tersebut mulai dengan cara yang halal hingga yang haram sekali pun. Pelarangan itu setidaknya berasal dari dalam lingkungan keluarga kita sendiri. Sebagaimana pendidikan, pengarahan, pengasuhan dan pengenalan yang kita dapati dari mereka agar kita sendiri dapat terarah ke suatu hal yang lebih baik.

Banyak dilakukan segala cara membuat kita banyak terarah kepada segala perbuatan yang dinilai oleh banyak orang hingga menimbulkan segala pro dan kontra. Mengenali lebih dekat bagaimana gempitanya ibukota Jakarta dan di balik itu semua juga terdapat kendala - kendala yang sulit kita bicarakan lebih banyak dalam situs blogger ini tentunya. Namun, haruslah dicermati apapun yang kita peroleh dan jalani tidaklah mudah seperti halnya kita menonton suatu tayangan film baik itu tayangan fiksi maupun yang benar - benar nyata dapat dan akan kita alami.

Jakarta punya segudang cerita, begitulah kata - kata yang seringkali dapat kita dengar dari ucapan banyak orang. Jakarta memberi daya tarik. Padahal yang kita jumpai bukanlah segelintir umat manusia Pribumi yang kita kenal sebagai penduduk asli bersuku Betawi lagi. Jakarta sudah tercampur baur oleh banyaknya pendatang. 1 orang yang melakukan tindakan kesalahan, maka segelintir orang akan terkena dampaknya. Bahkan kasus seperti ini pun dapat bergulir tidak lagi dalam kawasan sekitar kita saja melainkan menjalar kepada lokal, nasional dan kalau perlu internasional.

1 orang saja mampu berkata yang memancing banyak orang sehingga memicu perkara yang tak pasti. Ketidak tuntasan si perkara akan menuai pro dan kontra sebagaimana perkara tersebut harus ditindak lanjuti. Padahal si penyimak itu sendiri belum tentu mampu melakukan yang tidak akan diperbuat oleh dirinya.
Seperti salah satu contohnya aku sendiri bisa saja sangat kesal oleh perilaku tidak menyenangkan salah seorang pengemudi mobil yang dengan seenaknya berhenti melebihi garis stop di sebuah pertigaan. Namun, apakah di kemudian waktu aku tidak akan memberhentikan laju mobil yang aku kendarai itu di garis stop? Tentu saja mungkin sekarang aku bisa membentak habis - habisan si pengemudi tersebut. Tetapi... kemudian waktu kalau saja aku kedapatan kejadian yang bisa persis dialami oleh si pengemudi tersebut bisa saja aku melanggarnya.
Kasus di atas ini hanya sebagian kecil saja yang kalau kita pribadi dibuatnya sangat kesal, tapi justru di kemudian waktu itu justru aku yang menyulut api amarah bagi orang lain.

Adapun di kebanyakan kasusnya di Jakarta dan sekitarnya seringkali aku temuin seperti :
Aku urutkan secara 10 besar.......
1. Para calon penumpang kendaraan umum tidak sabaran keluar - masuk angkutan umum.
2. Acuh terhadap orang sekitar yang lebih membutuhkan. Sebut saja itu orang cacat, wanita hamil, orang tua yang membawa anak - anak kecil dan lain sebagainya.
3. Kesempatan longgar berlaju di jalan raya terapit laju kendaraan bermotor yang terjebak macet.
4. Jalur bus Trans Jakarta digunain kendaraan umum lainnya.
5. Menaiki atap rangkaian KA, terlebih angkutan umum lainnya meski jarang ditemuin.
6. Mermaksakan diri menjadikan lahan sempit jadi pangkalan angkutan umum / lahan ngetem.
7. Banyak infrastruktur aspal bergelombang yang tidak diperbaiki seutuhnya melainkan sekedar tambal sulam.
8. Musim hujan, maka banjir akan jadi fenomena selalu tanpa solusi pemecahan jitu.
9. Pemukiman kumuh merajalela terlebih di pinggir rel KA dan kali. Kasus orang tertabrak KA dan hanyut terseret arus kali jadi fenomena biasa - biasa saja.
10. Ketidak tertiban masyarakat dalam mengantri apapun. Sebut saja itu karcis KA dengan alasan klasik, yaitu takut ketinggalan KA meski waktunya masih lama sekali. Belum lagi mengantri keluar dari parkiran sebuah pusat perbelanjaan sekalipun dengan kondisi gerbang keluarnya sedikit.

Rabu, 07 Juli 2010

Hal. 4 > Sudah Tahap Mendesak

3.1. Rambu – rambu Lalu Lintas
Hati – hati dalam penulisan kalimat di atas ini. Jangan salah persepsi yang menggambarkan kita dapat terarah menjadi 2 persepsi, yakni persepsi atau gambaran bahwa ruas jalan – jalan raya berikut ini seperti terlampir di foto bisa saja sudah mendesak untuk diberikan langkah tegas bahwasannya rambu tanda larangan parkir ini jangan hanya sekedar pajangan saja dengan mengindahkan perintah tersebut dengan tetap diparkir di lajur kiri jalan raya tersebut. Persepsi kedua pun bisa saja kita tergambar bahwa rambu tanda larangan parkir tersebut memang sudah mendesak untuk dicabut saja. Tentu saja aku memilih persepsi yang pertama.
Judul foto :
Tiada Pilihan Lain
Lokasi di Jl. Cikini
Aku foto dengan HP Nokia N70-ku pada tanggal 18 Febuari 2010 pukul. 14.37 WIB dari dalam mobil Volvo yang disetirin Ali. Siang itu aku bertiga bapak pula dalam perjalanan ke Condet kodya Jakarta Timur di mana bapak tinggal. Bapak baru saja pulang dari kantornya, sedangkan aku hanya sekedar iseng mengisi waktu kosong daripada menunggu panggilan kerja setamatnya aku dari perkuliahan.

Memang sudah mendesak untuk segera dilakukan tindakan tegas untuk benar – benar tidak diparkir di area tersebut. Kebetulan foto ini mewakili dari seantero ruas jalan di Jabodetabek yang selalu dipersempit oleh ulah mereka yang memarkirkan kendaraan pribadi, kendaran dinas, kendaraan tamu dan lain – lainnya dengan jangka waktu tertentu baik sebentar maupun lama. Kebanyakan oleh karena ulah mereka itu ruas jalan dibuatnya menjadi macet. Yang seperti ini harus kita hindarin meski dengan berbagai alasan yang tentunya berujung kepada uang yang menimbulkan tukang parkir liar.

3.1.1. Kekacauan di Pertigaan dan Prapatan Tanpa Lampu Lalu Lintas

Judul foto :
Ruas Dari dan Ke Tanah Kusir
Lokasi di pertigaan Jl. Bintaro Permai dengan Jl. Veteran
Aku foto dengan HP Nokia N70-ku sekitar bulan Desember 2007 entah dari mana mau ke mana itu. Kalau benar demikian, berarti ada kemungkinan aku yang menyetir mobil Matrix.

Jakarta dan sekitarnya diberi jalan raya yang berarti jalan yang diramaikan arus kendaraan bermotor. Namun, 1 ruas saja yang memiliki pertigaan atau juga prapatan tanpa rambu – rambu yang berlaku, maka tidak akan ditaati dan saling berebut siapa duluan yang masuk. Datang dari arah utara menuju ke selatan melintasi sebuah pertigaan. Namun, ketiadaan rambu – rambu lalu lintas dalam hal ini “lampu merah”, begitu kita sering menyebutnya akan mengganggu arus kendaraan bermotor yang datang pula dari arah barat menuju ke selatan. Tentu saja akan cukup lancar apabila yang dari arah utara tetap menuju selatan. Namun, akan terkena kemacetan yang luar biasa jika yang dari utara hendak ke arah barat pastinya.

3.1.2. Kekacauan di Pertigaan dan Prapatan Dengan Memiliki Lampu Lalu Lintas
Di Jakarta, lampu lalu lintas ini terdapat 2 kategori, yaitu yang sekedar menyala kedap–kedip berwarna kuning saja dan memang yang benar – benar menyala warna merah, kuning dan hijau. Namun, belakangan ini hampir di seantero Jakarta sudah menggunakan lampu lalu lintas dengan ketiga warna tersebut. Lampu lalu lintas saja tidak cukup membantu kalau saja para pengguna kendaraan bermotor tidak diajarin berdisiplin untuk tidak merasa tanggung lampu dari kuning menyala berwarna merah. Adapun angkutan – angkutan umum berhenti sembarangan di prapatan atau pun pertigaan dengan cara menyerong atau pun juga lurus. Sebab, kendaraan bermotor di belakangnya yang terkena giliran warna hijau menjadi terhambat sehingga mengakibatkan penyempitan lajur atau bottle neck. Belum lagi yang karena tidak bersabar dalam antrian, jatah untuk laju kendaraan bermotor yang berlawanan arah pun terpakai karena tiada separator pembatas jalan 2 arah.

Judul
foto :
Prapatan ITC FatmawatiLokasi di prapatan Jl. FatmawatiAku foto dengan HP Nokia N70-ku
pada tanggal 22 Januari 2010 pukul. 12.57 WIB usai salat Jum’at. Tampak sekali situasi kemacetan lalu lintas kendaraan bermotor akibat ulah mereka yang tidak saling mengalah untuk melajukan kendaraan bermotor mereka masing – masing.

Yang seperti ini seringkali ditemukan hampir di seantero ibukota Jakarta dan sekitarnya. Sungguh ironi kita menghadapi umat manusia seperti itu meski di sekeliling kita sepastinya akan berkata tidak tahu diri. Padahal diri kita sendiri apakah mampu tidak berlaku seperti mereka jikalau dihadapi dengan situasi tertentu seperti yang aku sebutkan di atas?

3.1.3. Minim Kesadaran Berhenti di Garis Stop Sewaktu Lampu Merah
Belum lagi problematika bagaimana menyadari pentingnya berhenti di garis stop saat lampu lalu lintas sedang menyala merah. Itu berarti kendaraan bermotor haruslah berhenti tidak melebihi setidaknya tiang lampu lalu lintas di barisan terdepan meski di prapatan tersebut tidak memiliki rambu – rambu berupa garis stop.

Judul foto :
Prapatan Cideng.jpg
Lokasi di prapatan Jl. Tanah Abang 2
Boleh percaya atau tidak, saat aku foto dengan HP Nokia N70-ku pada tanggal 7 Mei 2010 pukul. 14.28 WIB dalam perjalanan kembali ke rumah om Sigit di manabapak berada siap untuk aku jemput berdua Ali lampu lalu lintas seperti tampak pada foto sedang mati. Tapi itu 100% benar sedang dalam keadaan hijau.

Namun, tetap saja mereka tetap tidak menyadari akan gangguan laju kendaraan bermotor karena secara langsung lajur kiri terhalang oleh mereka. Pemandangan pada foto di atas ini hanyalah peewakilan dari kebanyakan prapatan dan pertigaan di ibukota Jakarta dan sekitarnya. Bayangkan saja, arus kendaraan bermotor dari arah utara hendak menuju arah selatan dan barat sedang menyala berwarna merah pada lampu lalu lintasnya. Namun, saat dari arah barat diberi lampu menyala hijau, justru para pengendara kendaraan bermotor dari arah utara yang masih terkena lampu merah malah menghadang dengan berhenti melebihi garis stop. Alasan yang demikian sangat klasik, yaitu “Takut gak kekejar lampu hijaunya...” atau paling tidak “Lampu merahnya nanggung koq...”.

Jakarta dan sekitarnya semakin berkembang pesat. Benih – benih modal sudah tampak di depan mata meski masih terlihat fana dan terlihat jelas. Kalau saja ketegasan rambu seperti ini saja diindahkan, maka banyak sekali ruas jalan di Jabodetabek menjadi macet total. Seperti yang dikatakan mantan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso kala itu semasa menjabat bahwa beberapa tahun ke depan kita tidak dapat keluar dari rumah karena sudah terkena macet.

3.2. Minimnya Trotoar Yang Lega
Trotoar yang bermasalah banyak kita temukan di Jabodetabek. Hal ini membuat kami para pejalan kaki mengalami kesulitan untuk berjalan kaki. Selain berdampak pada keinginan warga masyarakat yang mau tidak mau menjadi damba dengan sarana angkutan kendaraan bermotor sebagai satu – satunya solusi, dampak buruk akan ditimbulkan bagi ruas jalan raya dan terlebih jalan komplek di mana pun. Memang perusahaan – perusahaan seperti angkutan umum, pom bensin, show room dan otomotif menjadi untung, namun kerugiannya berdampak pada menumpuknya ruas jalan raya.

Salah satu foto di samping mewakili bagaimana sederetan gubuk PKL atau pedagang kaki lima menjajakan dagangan mereka di trotoar yang semestinya diperuntukkan bagi para pejalan kaki. Lokasi di Jl. Stasiun Manggarai kotamadya Jakarta Selatan ini pun menjadi terkesan sempit dan kumuh.
Aku foto dengan HP Nokia N70-ku lupa di tahun berapa. Nampaknya di tahun 2008 silam. Yang jelas kala itu aku baru turun dari KRL Ekonomi di stasiun Manggarai hendak ke halte busway Manggarai.

Kalau boleh kita tengok di kebanyakan negara selain Indonesia, solusi trotoar yang lebar menjadi sosok obyek wisata dan menyehatkan tubuh. Dengan berjalan kaki setidaknya ada bagian tubuh kita bergerak tanpa harus dimanjakan dengan benda bermesin. Tentu saja obyek positif lainnya menjadi sumber wisata yang diminati. Namun, belakangan meski memiliki lebar yang mencukupi kategori yang sesungguhnya, akan tetapi masyarakat lainnya memanfaatkan lahan yang katakanlah kosong menjadi hidup. Tergambar bahwa lahan yang menjadi hidup itu berupa habitat alamiah seperti pepohonan yang rindang dan lain sebagainya. Meski benar demikian, namun kebanyakan obyek yang kita temui seperti tumbuhnya pasar tumpah ruah, jajalan pinggir jalan atau yang kita kenal dengan PKL atau pedagang kaki lima dan masih banyak lagi.

Hal ini mesti dicegah sesegera mungkin. Untuk itulah agar lebih jelasnya dapat kita lihat dengan rangkumanku seperti berikut di bawah ini :

3.2.1. Bangunan Tegak Terlampau Dekat Dengan Ruas Jalan Raya
Kebanyakan bangunan – bangunan permanen dan semi permanen seperti tampak pada foto ini di mana pada ruas jalan raya Jl. KH. Hasyim Ashari yang mewakili kebanyakan ruas jalan raya di Jabodetabek sangat sempit terkesan menjorok ke jalan raya. Tentu saja aku amat sangat menyalahkan para penata kota terdahulu mengapa diberikan izin mendirikan bangunan atau IMB sedemikian kusutnya? Kalau saja ditata dengan apik dan mengesankan bangunan yang murni permanen dengan standar kelayakan yang terjamin baik dari keselamatan para penghuninya maupun kenyamanan para warga masyarakat di luar deretan gedung – gedung tersebut, maka tidak akan terjadi seperti pada foto di samping ini.

Judul foto :
Parkir di Lajur Kiri
Lokasi di Jl. KH. Hasyim Ashari, Jakarta Pusat
Aku foto dengan HP Nokia N70-ku pada tanggal 24 Febuari 2010 pukul. 11.25 WIB saat dalam perjalanan dengan bus Trans Jakarta Koridor III menuju ke halte transit busway Grogol 2 untuk meneruskan ke Mal Pondok Indah. Seharian itu aku ingin sekali jalan – jalan menghilangkan suntuk di rumahku terkini di Grogol karena pengaruh dengan ketiadaan satu pun panggilan kerja untukku setamatnya aku dari perkuliahan.

Meski dengan solusi semisal dibongkar paksa sederet bangunan permanen dan semi permanen yang ada, maka tidak akan terlaksana karena para pengelola gedung – gedung tersebut akan beralasan masih ada izinnya sampai jangka waktu tertentu di samping ketidak adilan para penegak hukum yang akan menjalar kepada pemerintahan. Perlu ketegasan bahwa bangunan – bangunan seperti pada foto di atas ini sangat mengganggu kelayakan bagi kenyamanan dan keselamatan yang akan terjadi sewaktu – waktu seperti gempa Bumi, kebakaran, kerusuhan dan masih banyak lagi.

3.2.2. Trotoar Tersita Lahan Parkir Kendaraan Bermotor
Bagaimana kita dapat berjalan kaki dengan lega kalau trotoar yang memang diperuntukkan bagi para pejalan kaki disita oleh kendaraan – kendaraan bermotor yang parkir di atasnya? Tentu saja sangat banyak sekali yang seperti ini di Jabodetabek. Tak jarang para pejalan kaki saking sebalnya beralih dengan angkutan umum atau kendaraan pribadi mereka masing – masing meski hanya untuk menuju ke lokasi yang dekat. Memang akan berdampak untung kepada beberapa perusahaan jasa tertentu sebut saja itu pom bensin, show room, armada angkutan umum dan perusahaan otomotif.

Judul foto :
Parkir di Trotoar
Lokasi di Jl. KH
. Hasyim Ashari, Jakarta Pusat
Aku foto dengan HP Nokia N70-ku pada tanggal 24 Febuari 2010 pukul. 11.26 WIB Saat dalam perjalanan dengan bus Trans Jakarta Koridor III menuju ke halte transit busway Grogol 2 untuk meneruskan ke Mal Pondok Indah. Seharian itu aku ingin sekali jalan – jalan menghilangkan suntuk di rumahku terkini di Grogol karena pengaruh dengan ketiadaan satu pun panggilan kerja untukku setamatnya aku dari perkuliahan.

Dengan hanya 1, 2, bahkan beberapa saja yang terparkir di area peparkiran bangunan tertentu tidak begitu berdampak bagi trotoar, namun begitu si gedung atau pun kebanyakan gedung diminati oleh para pengguna kendaraan bermotor, maka lahan parkir di beberapa gedung tersebut akan melebihi kapasitas. Dampaknya pada ruas jalan raya di mana kemacetan akan tumbuh pesat hingga ke ruas – ruas jalan raya lainnya. Hal ini harus kita cegah sedari sekarang minimal dengan membangun area parkir. Kalau memang sudah tidak memungkinkan di halaman depan gedung, setidaknya mau tidak mau halaman belakang gedung yang harus dipergunakan. Meski katakanlah pada kenyataan yang ada di tiap halaman belakang sudah ada yang punya baik itu tanah kosong bersertifikat hak kepemilikan tanah orang lain maupun sudah dijamuri perumahan permanen dan semi permanen, namun mau tidak mau keinginanku harus segera direlakan untuk dijatah untuk lahan parkir mereka.

Langkah ekstrim setidaknya sudah terpikir olehku, yaitu sekalian saja dihancurin gedung – gedung tersebut sehingga yang sudah terlanjur mepet atau dekat dengan jalan raya tidak mengganggu arus kendaraan bermotor. Yang sudah terlanjur merasa mesti memarkirkan kendaraan bermotor mereka di lajur kiri jalan raya dapat berlega hati karena setidaknya ruas jalan akan ditambah semisal 1 lajur lagi,. Syukur – syukur dapat lebih dari 1 lajur.

Namun, itu semua hanya fana belaka. Sulit untuk kita lakukan karena yang benar dan adil dapat kalah karena proses hukum yang hanya mengandalkan uang semata. Semakin banyak uang sogokan, maka semakin banyak keuntungan yang diraup dari pihak – pihak tertentu.

3.2.3. Trotoar Terhalang Pepohonan Rindang
Memiliki pepohonan yang rindang di luar tiap halaman depan sebuah bangunan yang n
otabene bersinggungan dengan ruas jalan raya memang menyenangkan. Selain medapat sisi positif berupa penyegaran sebagai langkah pelestarian habitat alaimah yang ada di Jabodetabek, pohon yang rindang akan mampu menjadi tempat yang teduh apalagi didukung peran serta warga masyarakat untuk merawatnya dengan minimal tidak membuang sampah di bawahnya. Namun, sisi negatif yang ada justru akan menghalagi bangunan yang tampak pada foto di bawah ini. Banyak kita temui di Jabdetabek pemandangan seperti ini baik itu di depan bangunan perumahan, bangunan semi permanen, bangunan perhotelan maupun bangunan publik seperti stasiun dan lain sebagainya.

Selain mengganggu bangunan – bangunan yang ada, warga masyarakat pun terhalang untuk berjalan kaki. Pasalnya trotoar yang terbuat dari batu bata, batu concrete block dan lain sebagainya sesuai estetika atau keindahan yang berlaku akan terangkat menjulang ke atas karena semakin tumbuh pesatnya akar – akar pada pohon tersebut. Kalau sudah terhalang oleh akar – akaran dan bebatuan yang terangkat, maka para pejalan kaki akan mendapatkan kesulitan untuk berjalan kaki dengan resiko harus berjalan di bahu jalan raya yang akan tersambar kendaraan bermotor yang berlaju. Selain itu, aspal jalanan akan hancur berantakan seperti bergelombang dan masih banyak lagi. Kalau sudah demikian, maka laju kendaraan bermotor akan tipis sekali sehingga dampak yang paling menonjol berupa kemacetan lalu lintas dari berbagai arah.


Judul foto :
240-Kehalang Pohon Rindang
Lokasi di Jl. KH. Hasyim Ashari, Jakarta Pusat
Aku foto dengan HP Nokia N70-ku pada tanggal 24 Febuari 2010 pukul. 11.26 WIB Saat dalam perjalanan dengan bus Trans Jakarta Koridor III menuju ke halte transit busway Grogol 2 untuk meneruskan ke Mal Pondok Indah. Seharian itu aku ingin sekali jalan – jalan menghilangkan suntuk di rumahku terkini di Grogol karena pengaruh dengan ketiadaan satu pun panggilan kerja untukku setamatnya
aku dari perkuliahan.

3.2.4. Trotoar Terhalang Pagar Pembatas Bangunan Pinggir Jalan
Bangunan boleh memiliki lahan parkir yang luas meski dibatasi pagar pembatas area luas tanah, namun harus disertakan perhitungan yang ada bagi keberadaan trotoar bagi para pejalan kaki. Berkaca di luar negeri bahwa kebanyakan bangunan – bangunan bertingkat memiliki jalan setapak alias trotoar yang lega sehingga area jalan setapak tersebut dapat dijadikan tempat bersantai melepas lelah dari rutinitas harian kita masing – masing tanpa memikirkan canggung karena dikuatirkan para pelaku kriminal seperti penopet, perampok dan pengutil.

Judul foto :
Trotoar Sempit
Lokasi di Jl. KH. Hasyim Ashari, Jakarta Pusat
Aku foto dengan HP Nokia N70-ku pada tanggal 24 Febuari 2010 pukul. 11.28 WIB Saat dalam perjalanan dengan bus Trans Jakarta Koridor III menuju ke halte transit busway Grogol 2 untuk meneruskan ke Mal Pondok Indah. Seharian itu aku ingin sekali jalan – jalan menghilangkan suntuk di rumahku terkini di Grogol karena pengaruh dengan ketiadaan satu pun panggilan kerja untukku setamatnya aku dari perkuliahan.

Kejahatan dapat terjadi di mana saja meski di negara maju sekali pun. Namun, dengan kewaspadaan yang ekstra bukan berarti ruas trotoar yang ada tidak dipergunakan sebagaimana mestinya kita warga masyarakat yang acap kali berjalan kaki. Perlu kita sadari pula, meski minim trotoar di depan bangunan bertingkat sekali pun yang memiliki area taman kecilnya seperti kebanyakan di mancanegara, namun dengan pagar pembatas yang sudah menjadi peraturan di Indonesia khususnya di Jabdetabek ini harus lebih diperhatikan lagi. Jangan memanfaatkan area parkir yang luas membuat trotoar menjadi sempit. Belum lagi setiap kali kita jalan kaki di depan bangunan – bangunan katakanlah permanen memiliki ketinggian yang luar biasa tanpa ada solusi semisal anak tangga yang terbuat dari beton.

Foto di atas mewakili kebanyakan trotoar yang ada di Jabdetabek ini. Lebih – lebih kebanyakan bangunan tersebut berupa bangunan yang berlokasi di ruas jalan yang didereti oleh kawasan perdagangan dan niaga. Terlebih kawasan distribusi jasa angkutan barang – barang berat bertonase yang dapat menghancurkan aspal jalan raya tiap banyak yang melintas di ruas – ruas jalan raya tertentu.

3.2.5. Berharap Menjadi Pedestrian Seutuhnya
Ada kalanya beberapa ruas jalan di Jabodetabek ini sudah tiada gunanya lagi untuk menampung kepadatan arus kendaraan bermotor. Beberapa ruas jalan raya seperti sebagian dari ruas jalan raya Jl. Pintu Besar Utara ditutup seutuhnya menjadi kawasan pedestrian atau pejalan kaki. Meski demikian, terkadang ada saja para pengendara motor yang membandel dengan tetap melintasi pedestrian.

Judul foto :Di Tengah Prapatan KotaLokasi prapatan di Jl. Jembatan Batu, Jakarta Barat
Tampak di foto terdapat ruas jalan raya Jl. Jembatan Baru yang berlokasi di kotamadya Jakarta Barat atau tepat di sisi selatan stasiun Jakarta Kota.
Aku foto dengan HP Nokia N70-ku dari dalam bus Trans Jakarta Koridor 1 sekitar akhir dari bulan Januari 2010.

Kalau benar – benar kita telusuri secara langsung tampak nyata sekali kemacetan akibat padatnya arus kendaraan bermotor dari berbagai arah meskipun di prapatan tersebut seperti yang tertera di foto ini sudah mengalihkan arus kendaraan bermotor dari Jl. Asemka ke arah kiri memasuki Jl. Pintu Besar Utara baik yang hendak ke arah Mangga Dua maupun ke arah Jayakarta.

Aku amat sangat berharap sekali sebaiknya dijadikan kawasan pedestrian saja yang dengan kata lain ruas jalan raya Jl. Jembatan Batu ini seperti tertera di foto ditutup untuk arus kendaraan bermotor. Tentu saja tidak di jalan raya ini saja, tetapi juga di beberapa ruas jalan di Jabodetabek lainnya. Sebut saja itu di .Jl. Sabang.

3.2.6. Sempitnya Jalan Umum, Dihalangi Bangunan Kecil Pula
Tidak sedikit torotar yang terhalang oleh sempitnya jalanan umum di Jabodetabek ini. Kebanyakan yang aku ketahui berada di pinggiran ibukota Jakarta. Selain menyusahkan, kerap kali ruas jalanan tersebut bergelombang sehingga kecepatan laju kendaraan bermotor menjadi sangat rendah. Selain tidak mengefisienkan waktu, peran emosi kita yang menggunakan jalan umum tersebut menjadi taruhannya. Kendala – kendala tersebut dapat kita jumpai sebagai berikut di bawah ini :
- Tergolong kategori jalan pemukiman warga yang bekerja sebagai alih profesi di perbengkelan kecil di pinggiran jalan, mini market, restoran – restoran kecil, pangkalan angkot, pangkalan ojek dan masih banyak lagi. Tidak sedikit sejumlah pemukiman tergolong real estate terkesan untuk menggeliatkan usah properti mereka.
- Lebar ruas jalanan umumnya tidak tergantung jumlah kendaraan umum jenis apa saja yang melintas, yang penting dapat dilalui 2 arah kendaraan bermotor.
- Tidak sedikit angkutan umum yang singgah lama atau ngetem di pinggiran jalan yang padahal sudah tahu sangat sempit.
- Tidak jeranya masyarakat yang berprofesi sebagai pemulung gerobak sampah, bajaj, tukang sayur, pasar tumpah ruah yang terkesan kumuh dan masih banyak lagi mengerubuti ruas jalan umum tersebut.
Judul foto :
Prapatan Haji Nawi.jpg
Lokasi prapatan di Jl. H. Nawi, Jakarta Selatan
Entah bagaimana ceritanya kala itu yang jelas di sekitar akhir bulan September 2008 tepatnya masih memasuki bulan puasa Ramadhan aku berada di dalam mobil Matrix. Terlihat di sisi kiri warteg dan tiada sama sekali trotoar buat para pejalan kaki.

Sesungguhnya mereka tidak mengerti betapa pentingnya trotoar bagi perjalanan langkah kaki kita untuk menyehatkan tubuh dari kebiasaan menghirup polusi knalpot, udara AC, mengandalkan mesin mutakhir dan masih banyak lagi. Yang penting bagi mereka mendapatkan rezeki dengan halal sekalipun menyempitkan ruas jalan umum. Pemerintah yang seharusnya amat bertanggung jawab dalam hal ini minimal Gubernur, Walikota atau pun juga Bupati justru mengabaikan semuanya itu.

Adapun beberapa ruas jalanan yang terkesan sempit untuk pengguna trotoar seperti berikut di bawah ini :
3.2.7. Penataan Selokan Yang Kacau
Apa jadinya kalau saluran pembuangan air atau selokan tidak tertata dengan rapih? Sementara bangunan – bangunan di pinggir jalan raya sudah terlalu mepet mendekati ruas jalan meski dengan kondisi halaman depannya masing – masing luas sebagai lahan peparkiran. Sebagian besar ada yang dipagari oleh tembok pembatas sebagian pula juga ada yang memang terbuka. Belum lagi situasi yang demikian diperkeruh dengan pepohonan yang rindang atau pun juga tiang – tiang listrik yang berdiri tegak menghalagi ruang gerak untuk para pejalan kaki.

Judul foto :
Trotoar RusakLokasi di Jl. Condet Raya, Jakarta Timur Aku foto dengan HP Nokia N70-ku entah di dalam mobil Volvo bersama bapak atau memang dengan mobil Matrix bersama pak Nedi kala itu.

Seperti tampak pada foto di atas setidaknya mewakili dari seantero ruas jalan raya di ibukota Jakarta dan sekitarnya yang kian semrawut. Oleh lubang selokan yang terbuka membuat para pejalan kaki sulit berjalan di trotoar melainkan di bahu jalan yang beresiko tersambar atau pun juga diklaksonin kendaraan – kendaraan bermotor yang melintas baik searah maupun 2 arah.

Gambar ini menampilkan
ilustrasi yang aku ingin dan tidak aku inginkan. Pada gambar yang di dalam kotak merah kondisi Jakarta-ku terkini di jalan - jalan raya yang sempit seperti contoh Jl. Condet Raya, Jl. Fatmawati kawasan Pd. Labu, Jl. Biak dan masih banyak lagi. Aku menginginkan sepeti tergambar di dalam kotak warna biru di mana pedestrian yang cantik tertata rapih memisahkan kawasan parkir kendaraan bermotor dengan pejalan kaki.

Di gambar tersebut pada kotak merah tergambar bahwa yang berlaju di ruas jalan tanpa separator pembatas 2 arah terhalang oleh sebuah mobil yang terpakir akibat ek
or mobilnya persis berada di depan sebuah mobil yang sedang berlaju. Mau enggak mau si sopir harus memiringkan laju mobilnya dengan sedikit menyentuh jalan untuk lawan arah dengan sedikit resiko yang lawan arah harus mengalah. Yang begini sangat banyak dijumpai di Jabodetabek, terlebih seluruh Indonesia. Semakin banyak yang mengalah semakin peluang mendapati kemacetan yang panjang.

3.3. Jaminan Terhadap Keberadaan Bus Trans Jakarta
Demikianlah nama moda transportasi paling primadona di Jakarta untuk saat ini. Keberadaannya sungguh didambakan oleh segala kalangan masyarakat. Meski menuai kritikan baik dan buruk, keberadaannya selalu dinantikan sepanjang hari. Tarif yang terjangkau, halte khusus, jalur yang khusus, bayar sekali saja ke tiap koridor yang ada kecuali sampai tujuan akhir dan kesigapan para krunya membuat moda transportasi ini selalu dinilai obyektif alias mampu menjadi citra yang baik.

Judul foto :
Tiada Hari Tanpa Macet.jpgLokasi di Jl. KH. Kyai Tapa, Jakarta BaratAku foto dengan HP Nokia N70-ku pada tanggal 21 Agustus 2009 terlihat jelas pada pukul. 17.45 WIB. Tampaknya aku baru saja dalam perjalanan dari Mal Pondok Indah dengan bus Trans Jakarta Koridor 8 Lebak Bulus – Grogol.

Hanya saja keberadaannya selalu diselimuti kecemasan selain dari pada infrastruktur yang terbengkalai. Perlakuan para pengguna kendaraan bermotor terhadap bus – bus Trans Jakarta selalu diabaikan oleh keegosian mereka sendiri. Sudah seringkali beberapa ruas busway yang diserobot oleh arus kendaraan bermotor. Langkah – langkah pencegahan yang berlaku sulit dijadikan solusi jitu.

Harapan – harapanku :
- Diberlakukan cara penjatahan jalur khusus kendaraan umum dengan jalur khusus busway dengan cara formasi trotoar – jalur busway 2 arah – taman selebar 1 lajur jalan umum – jalan umum 2 arah – trotoar. Trotoar di sini diasumsikan tidak dijadikan lahan parkir kendaraan bermotor dan memiliki lebar yang cukup luas untuk dilalui minimal 2 baris para pejalan kaki.
- Apabila benar demikian, maka khusus untuk kendaraan – kendaraan angkutan umum yang terapit dengan jalur khusus busway tetap dapat mengangkut para penumpang tetapi di jalur khusus yang memiliki trotoar dengan formasi trotoar – jalur busway 2 arah – trotoar selebar 1 lajur jalan umum sebagai pengganti taman – jalan umum 2 arah – trotoar.
- Untuk keberadaan halte busway, maka si taman diasumsikan dihilangkan sepanjang jalur belokan busway dengan formasi trotoar – jalur khusus busway 1 arah – halte busway – jalur khusus busway arah yang berlawanan – taman atau trotoar dengan lebar yang kecil – jalan umum 2 arah – trotoar. Akan lain apabila si jalan raya itu sendiri masih cukup lebar sehingga bisa tetap memberi taman di tengah – tengah antara jalur khusus buway dengan jalur umum.Kesemuanya itu aku asumsikan demi kelancaran arus kendaraan bermotor terutama bagi mereka yang terbiasa menyerobot ke jalur khusus busway dengan berbagai alasan yang klasik, seperti macet, mengejar waktu, enggak ada Polisi dan lain sebagainya.

3.3.1. Solusi Dengan Bus Bertingkat ala Insinyur di Cina
Coba lihat cuplikannya pada situs http://www.engadget.com/2010/08/02/china-to-build-ginormous-buses-that-cars-can-drive-under-video/ Di sini dijelaskan bagaimana canggihnya daya pikir sang insinyur yang mempersembahkan sebuah bus yang hanya memiliki tingkatan atas dengan menyisakan ruang gerak kendaraan bermotor pada tingkat bawahnya. Nampaknya cara seperti ini yang mencapai solusi memadukan bus dengan monorail tanpa mengganggu arus kendaraan bermotor di jalan raya.

Namun, aku akui impian tetaplah sekedar impian. Dikala negara Cina mengembangkan moda transportasi kereta api dan jalan tol, namun di Indonesia hanyalah moda transportasi darat berupa ruas jalan tol yang mesti dikembangin. Kereta api.... tentu tertinggal sangat jauh dengan cuma menyisakan rangkaian KRL imporan dari Jepang sepanjang tahun dan menambahkan rangkaian KRD-I yang kini berada di banyak kota - kota besar di pulau Jawa dan sebagian pulau Sumatera. Padahal kita menyadari bahwa dengan banyaknya ruas jalan raya, maka akan berpeluang masyarakat sering menggunakan kendaraan pribadi seperti mobil, motor dan bus. Kemacetan panjang pun semakin menghantui para warga di kota - kota besar.

Sedikit di luar topik dari jalan raya tapi masih tersangkut dengan tahap mendesak yang dialamin oleh warga Jabodetabek pastinya. Nampaknya pada sisi kiri foto ini lebih cocok diterapin segera di mana ruang tunggu memang khusus buat para calon penumpang dan penjemput yang menunggu sambil duduk di kursi - kursi yang tersedia sebelum karcis kita diperiksa. Jadi, begitu rangkaian KA tiba, maka para calon penumpang disaranin jangan dulu beranjak. Kalaupun memaksa, mereka dikendalikan oleh pagar tembok pembatas di area pintu masuk. Jadinya yang baru keluar dari KA enggak pada terdesak dg yg pada mau naik.

Hal yang sama semoga diterapin di stasiun macem Gambir juga. Sebab, perjalanan KA Klas Eksekutif dan +Bisnis yang tiba akan diberangkatin kembali ke kota tujuan macem Cirebon dan Bandung. Beda dg KA Ekonomi di Ps. Senen lebih didominasi rangkaian KA yang tiba pagi atau siang harinya. Diberangkatin lagi ke kota asalnya pada sore atau pun malem harinya. Stasiun Jakarta Kota yg kini ada buat area tunggu justru mesti diperiksa karcis kita dulu. Enggak efisien selama kita yg cuma mau lihat2 doank mesti beli karcis dulu mininal karcis peron. Tapi setahu aku di Beos ini gak ada karcis peron.

3.4. Jaminan Keberadaan Jalur Sepeda
Sama halnya dengan bus Trans Jakarta, aku pribadi amat sangat mendambakan keberadaan jalur khusus sepeda genjot ini. Dengan melestarikan lingkungan dan mebenar semangat 'go green' ini, masyarakatnya tentu tidak perlu membuang - buang tenaga, uang dan waktu dalam segala rutinitas. Kota - kota besar di Indonesia yang sudah terlanjur terpolusikan dari asap knalpot tentu sudah sangat mendesak dengan keberadaan kendaraan ringan berban dua ini. Ketimbang sepeda motor, sepeda genjot cenderung tidak menimbulkan polusi udara dan suara. Meski sama - sama memiliki kesamaan dengan berteduh di kolong jembatan, di bawah pohon, di bawah reklame dan lain sebagainya jikalau hujan mengguyur, justru sepeda genjot menjaga kita dari kondisi yang tubuh yang sehat.

Sulit sekali belakangan ini melihat masyarakat kita yang menggenjotkan sepeda ketimbang mengendarai motor. Bayangkan saja, anak - anak SD yang notabene masih di bawah umur untuk mempunyai SIM dan STNK justru sudah pada mahir mengemudi motor. Sungguh amat sangat keterlaluan dan sulit diterima dengan akal sehat di kalangan orang tua / wali mereka yang menjaga dan membesarkan mereka jauh dari rasa kasih sayang dan kekeluargaan yang harmonis karena pertimbangan ekonomi. Di lain itu, untuk menjangkau jarak dekat pun tidak dapat menggenjotkan sepeda kita masing - masing bagi yang punya karena keterbatasan ruang gerak.


Seperti pada foto di samping ini, mungkin keduanya cuma sekedar cuplikan dari postingan dari beberapa situs internet yang menampilkan perbedaan yang jauh dalam pola perilaku masyarakat yang dengan semau mereka menguasai badan jalan dengan mengindahkan rambu - rambu bagi para penggenjot sepeda.

Foto lain menampilkan Jakarta kala itu pasca peresmian jalur sepeda. Masih asri dan rapih sebagai jalur pesepeda yang siap didambakan warga masyarakatnya. Namun, itu cuma bertahan beberapa minggu saja seiring kesenjangan sosial dan minimnya para pengguna sepeda genjot yang ada.


Setidaknya aku ingin manawarkan cara jitu agar lokasi untuk para pesepeda itu tetap ada :
1. Jadikan sebagian dari gang - gang sempit yang biasa kita juluki 'jalan tikus' sebagai jalur khusus sepeda.
2. Para warga masyarakat yang terlanjur menetap di gang - gang tersebut akan terpikir dari kita sulit menggunakan kendaraan mereka. Solusinya, cari perumahan yang memang sulit dijangkau keluar - masuk oleh mobil yang notabene memiliki lebar yang tidak bisa dilalui selain motor.
3. Tentu dengan para warga masyarakat yang sepastinya cuma memiliki minimal 1 sepeda motor, maka di depan rumah mereka praktis dapat menjadi jalur khusus sepeda.
4. Bagaimana dengan masyarakat yang tinggal di gang - gang yang dilalui jalur khusus sepeda? Sulit untuk leluasa berseliweran. Caranya mudah, beri mereka kesempatan untuk tidak terlalu banyak aktifitas di jam - jam orang pulang dan pergi kerja.
5. Terus, kalau saja ada tukang sayur, pedagang bakmi dan lain sebagainya ingin berjualan? Pasti mereka akan kehilangan pelanggan karena sempit dilalui oleh pesepeda. Cara mengatasinya, yaitu beri mereka sosialisasi bahwa di pagi atau pun sore itu untuk tidak berjualan di gang A. Tapi setidaknya masih bisa berjualan di gang B. Terus, mereka akan kehilangan para pelanggan yang semisal mayoritas di gang A donk??? Sosilasikan juga bahwa di pagi dan sore hari untuk tidak bermalasan minimal jalan kaki saja ke gang B.
6. Dari komplek gang A ke gang B mesti menyeberangi ruas jalan raya. Agar tidak mengganggu arus kendaraan bermotor di jalan raya tersebut, caranya mudah, yaitu beri jalan memotong / shortcut agar para pesepeda tidak perlu mencari putaran balik yang cenderung amat membahayakan. Untuk itu harus disediakan Polsusda alias Polisis Khusus Pesepeda. Yah... semacam Tramtib khusus lha... Hari gini siapa yang gak mau ditugasin sebagai Satpam sekalipun??? Asal dapat gaji dan menghidupi anak istri atau pun suami, segala apapun itu pasti akan dikerjakan.
7. Agar lebih indah jika menyatu juga dengan kawasan pemukiman penduduk yang asri meski di ibukota Jakarta dan sekitarnya ini sudah sulit mencari tempat yang asri. Obyek yang bagus seperti di pinggir kali pun akan bermasalah dengan bau yang menyengat karena kotornya semua kali di Jabodetabek.
8. Bagi para pesepeda yang ingin bersatu dengan jalan raya dipersilahkan saja. Asal harus lebih hati - hati dari ganasnya arus kendaraan bermotor.
9. Usahakan apabila terapit dengan 2 gedung bertingkat seperti ruko, apartemen, hotel, kios dan lain sebagainya harus jauh dari sisa tumpukan beton, kerikil, tumpukan sampah dan lain sebagainya.
10. Selalu sediakan minimal warung kecil atau pun warung makan untuk persinggahan sementara para pesepeda. Namun, jumlahnya harus diatur agak tidak membeludak.
11. Jauhkan dari yang namanya jemuran pakaian, tempat berkumpulnya anak - anak bermain dan lain sebagainya di tiap melalui gang - gang perumahan baik permanen maupun semi permanen.

Hal. 3 > Mewakili Terganggunya Arus Kendaraan Bermotor

2.1. Area Parkir Kendaraan Pribadi
Dapat menjadi 2 persepsi atau gambaran tentang bagaimana yang dimaksud dengan area parkir untuk kendaraan pribadi itu. Namun, pada foto di bawah ini setidaknya mewakili banyaknya ruas jalan raya yang dijadikan lahan parkir liar dari sebuah atau juga banyak bangunan dengan alasan parkir sudah kepenuhan. Biasanya bangunan – bangunan seperti ini tiada lain kampus, rumah sakit, sekolah, perkantoran dan masih banyak lagi. Pokoknya yang diminati banyak warga masyarakat sehingga amat sangat diresahkan bagi pengguna kendaraan bermotor yang melintasi jalan raya tersebut.

Memang sih di kebanyakan negara banyak yang terparkir paralel di tiap lajur kanan bagi yang berlaju di sebelah kanan dan juga sebaliknya, namun tidak diimbangi oleh pengguna kendaraan bermotor. Di luar negeri sering aku buktikan bahwa mayoritas para warganya berjalan kaki dengan kata lain mengandalkan sarana pedestrian. Namun, pada foto di samping ini tampak sekali ruas jalan raya di Jl. Gunung Sahari yang memiliki 4 lajur untuk tiap jalur (arahnya) di mana 2 lajur paling kiri dijadikan lahan parkir sebuah sekolah Kristen. Tampak sekali warga masyarakat khususnya ibukota Jakarta dimanjakan dengan sarana kendaraan bermotor pribadi dan juga angkutan umum. Banyak parkir liar berarti peluang bagi kendaraan umum yang melintas merasa akan mampu mengangkut banyak calon penumpang di jam – jam tertentu. Peluang juga untuk menjadi kemacetan yang panjang di ruas jalan raya tersebut tentunya.

Judul foto :
Parkir 2 Lajur.jpg
Lokasi di Jl. Gunung Sahari
Aku foto dengan HP Nokia N70-ku pada tanggal 10 Febuari 2010 pukul. 13.04 WIB saat aku dari Atrium Senen usai santap siang di restoran American Hamburger dalam rangka jalan – jalan santai daripada di rumahku yang kini di Grogol saja sepanjang hari menunggu panggilan kerja setamatnya aku kuliah.

Namun, persepsi lain yang dimaksud berupa lahan parkir di setiap area bangunan permanen yang cenderung memberi kesan sempit untuk ruas jalan raya tertentu. Bayangkan saja, dengan halaman depan mereka yang luas, namun ruas jalan rayanya sempit sekali untuk dilalui arus lalu lintas kendaraan bermotor. Seringkali kita berkhayal seandainya diberikan perluasan oleh perusahaan atau perumahan tertentu dengan membongkar sebagian kecil halaman depan mereka, tentunya dilengkapi pula dengan keberadaan pedestrian sebagai persyaratan buat para pejalan kaki yang ideal, aku rasa peluang ketersendatan akibat beban parkir kendaraan bermotor akan ditanggulangi.

2.2. Area Parkir Tukang Ojek dan Sebangsanya
Tentu saja sebangsanya. Mengapa demikian? Karena meski bus – bus berbeda besarnya dengan sepeda motor dan bajaj berbeda kecilnya dengan sepeda motor pula, namun ketiganya memiliki kesamaan dalam soal keuangan. Mereka sama – sama mencari nafkah dengan cara yang demikian adanya. Setoran menjadi tumpuan utama mereka dalam keseharian. Kalau ojek dan bajaj tentu dengan proses tawar – menawar tarif, namun berbeda dengan bus, taksi, angkot dan lain sebagainya yang memang sudah ditarifkan sedemikian adanya yang berlaku.

Judul foto :
Para Pengendata Motor
Lokasi di Jl. Senen Raya
Aku foto dengan HP Nokia N70-ku pada tanggal 10 Febuari 2010 pukul. 13.04 WIB saat aku dari Atrium Senen usai santap siang di restoran American Hamburger dalam rangka jalan – jalan santai daripada di rumahku yang kini di Grogol saja sepanjang hari menunggu panggilan kerja setamatnya aku kuliah.

Tempat mereka berteduh yang paling pas untuk dijadikan sebagai ”pangkalan ojek”, demikian kita dapat menyebutnya tentu sangat terbatas dan lain sebagainya. Di lahan sepi seperti ruas jalan raya inilah setidaknya pada foto mewakili beberapa ruas jalan lainnya yang ada di Jakarta. Memang sepi kendaraan bermotor karena banyaknya ruas jalan alternatif dan memang bukanlah jalur yang sangat sibuk untuk dilalui umumnya para penglaju yang bertugas di bagian perkantoran, perdagangan, pelajar sebagai tunas bangsa dan lain sebagainya. Namun, jika saja kelak menjadi satu – satunya atau mewakili ruas – ruas jalan alternatif yang ada, maka akan terkena dampak kemacetan. Tentu kita semua tidak ingin itu semua terjadi. Mereka dikatakan ”membandel” karena melanggar ketentuan rambu – rambu lalu lintas yang berlaku seperti larangan parkir dan berhenti baik kendaraan – kendaraan tertentu maupun semua kendaraan bermotor. Baik itu jam – jam tertentu dan di hari tertentu pula maupun setiap hari selama 24 jam.

Jawaban mereka akan menuai kontroversi. Tentu saja kalimat yang muncul tiada lain seperti ”Kalau enggak di sini... kami mau cari makan di mana lagi?! Cari tempat lain susah narik penumpangnya...!! Kami juga mikir (baca = ditunggu) anak istri di rumah!”keluh kesah mereka pastinya.

2.3. Banyaknya Armada Angkutan Umum 1 Jurusan
Sudah tidak asing lagi terdengar di telinga kita dengan kalimat di atas ini. Di sisi lain kita dapat diuntungkan dengan keberadaan banyaknya angkutan umum yang 1 jurusan dengan keinginan kita sehingga kita tidak tertinggal dan menunggu lama, namun dengan banyaknya armada angkutan umum yang 1 jurusan sangat membuat ruas jalan raya menjadi semakin sempit. Terutama di dalam terminal bus sekali pun. Aku sangat mengharapkan bahwa keinginan mantan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso itu tidak berlebih. Memang benar demikian, pak Sutiyoso konon mengalami suatu ketika tertinggal armada bus Metro Mini di Jakarta Timur sehingga harus menunggu 1 jam lebih untuk kedatangan bus yang sama dan 1 jurusan berikutnya. Dengan penambahan armada akan menguntungkan warga masyarakat ibukota Jakarta dan sekitarnya.

Namun, bukan aku tidak setuju, sayangnya keberadaan mereka tidak diimbangi dengan beban ruas jalan raya yang dilewati mereka. Mereka saling menyerbu suatu kawasan yang dianggap sebagai pangkalan sementara, tempat di mana warga masyarakat banyak yang mencari angkutan umum mereka dan masih banyak lagi alasan. Tapi alangkah lebih baiknya lagi kalau banyaknya armada diiringi dengan situasi ruas jalan raya yang harus mereka lalui. Karena, apabila terus dibiarkan, maka setoran yang ada di dalam alam pikiran mereka yang menjadi sopir dan kondektur atau kenek akan terus menghantui diri mereka. Setoran rugi akibat sepi penumpang, maka ”jatah preman” akan tetap selalu berjalan.

2.4. Arus Kendaraan Bermotor Melawan Arus
Judul foto :
Jelang Jatibaru
Lokasi di Jl. KH. Mas Mansyur
Aku foto dengan HP Nokia N70-ku pada tanggal 7 Mei 2010 pukul. 13.52 WIB dari dalam mobil Volvo yang disetirin Ali. Siang itu aku berdua sedang dalam perjalanan menuju ke rumah ibu (eyang putri) untuk mengambil obat Tegretol 100 mg milikku yang tertinggal.

Banyak kita jumpai yang tidak satu atau pun beberapa ruas jalan saja baik yang tergolong jalan raya sesungguhnya maupun jalan raya pemukiman atau dengan kata lain yang harus melalui komplek pemukiman perumahan penduduk. Sudah tidak dapat dibiarkan begitu saja mengingat kondisi disiplin bangsa kita yang masih sangat rendah. Hanya dengan alasan mempersingkat waktu setiap jengkal yang mampu mereka lalui akan diperbuat meski menuai amarah dari para pengemudi kendaraan bermotor yang melintas. Terlebih juga para pejalan kaki yang tentunya merasa terganggu.

Senin, 05 Juli 2010

Hal. 2 > Fasilitas Umum Penyeberangan Bermasalah

1. Mewakili Fasilitas Umum Penyeberangan Yang Tidak Diperhatiin
1.1. Fasilitas Umum di Sisi Stasiun KA

Seperti tampak pada foto di bawah ini tampak sekali stasiun Tanjung Barat pada sisi timur tidak memiliki zebra cross yang layak sebagaimana diperuntukkan bagi lalu lintas penyeberang jalan bagi para pejalan kaki. Stasiun ini hanya mewakili beberapa stasiun KA dari seantero Jabodetabek yang tidak memiliki sarana penyeberangan bagi para pejalan kaki yang layak sebagaimana mestinya. Untung saja mini
m para penyeberang jalan yang hendak ke dan dari sisi timur stasiun ini. Mereka lebih banyak menyeberang di sisi barat stasiun di petak rel antara Jakarta dengan Bogor dan sebaliknya ini. Tentu memiliki fasilitas yang baik dengan kelengkapan zebra cross yang lebar memenuhi standar penyeberangan selain dari bangunan stasiun itu sendiri yang sudah tergolong modern dan rapih.

Judul foto :

Sisi Timur (foto kiri)
Minim Penyeberangan (foto kanan)


Namun, kalau kita tengok kebanyakan stasiun KA di lingkungan Jabodetabek ini masih banyak yang memprihatinkan. Sekali lagi pada foto di atas ini hanya mewakili dari banyaknya stasiun
KA yang memiliki sarana penyeberang jalan bagi para pejalan kaki yang cukup dan juga ada yang sangat memprihatinkan.

1.2. Zebra Cross Tidak Terawat
Sarana penyeberangan yang paling praktis di sepanjang jalan raya tiada lain zebra cross. Tanpa mengeluarkan biaya seperti keberadaan jembatan penyeberangan dan tanpa lampu lalu lintas pun bisa. Namun, seiring dengan banyaknya kebutuhan akan kendaraan bermotor, sarana paling praktis seperti ini sungguh terabaikan. Tidak hanya peletakkannya, namun juga seringkali di setiap lampu merah, katakanah pertigaan atau pun juga prapatan justru tidak memiliki zebra cross. Sekalinya punya, namun seringkali diserobot banyaknya kendaraan bermotor dengan alasan i
ngin cepat – cepat menancapkan gas sehingga arus kendaraan dari berlawanan arah yang lampu lalu lintasnya berwarna hijau menjadi terhalang. Seperti contohnya arus kendaraan dari utara menuju selatan seringkali terhalang oleh mereka yang terkenal lampu berwarna merah dari arah timur hendak menuju ke barat dan utara sekali pun.
Ketiganya aku foto dengan HP Nokia N70-kuFoto atas :Kondisi prapatan di Jl. Suryo Pranoto kodya Jakarta Pusat di mana zebra cross-nya terhalang separator jalan.Foto tengah :Di Jl. Pakubuwono kodya Jakarta Selatan di mana selain terhalang separator pembatas jalan 2 arah, peletakkan zebra cross tersebut justru berada di akses keluar – masuk sebuah rumah warga.Foto bawah :Berlokasi di prapatan Harmoni di mana posisiku berada di Jl. Suryo Pranoto sewaktu di dalam bus Trans Jakarta Koridor 3 yang masih melalui ruas jalan raya Jl. Tomang Ray
a

Sungguh suatu ironi bahwasannya masih ada dan banyak masyarakat kita yang buta akan kedisiplinan dalam segala hal, terlebih dalam berlalu lintas. Bagaimana bisa Indonesia terlebih ibukota Jakarta sebagai jantung Indonesia jauh dari image kekusaman etika dalam segala hal?

1.3. Minim Sekali Lampu Lalin Penyeberang Jalan
Beberapa sempet aku temukan di mana lampu - lampu lalu lintas memang berguna bagi penyeberang jalan. Namun, dibalik keberfungsian lampu - lampu lalu lintas untuk para penyeberang jalan alias para pejalan kaki itu pun banyak mengalami kendala. Sebut saja kendala - kendala tersebut antara lain :
- Arus kendaraan yang macet sudah terlanjur menutupi prapatan atau pun pertigaan sehingga buat para pejalan kaki pun ikut terhalang.
- Banyak bangunan seperti pusat perbelanjaan, pasar, sekolah dan lain sebagainya menjadi peluang para sopir angkutan umum beserta kenek masing - masing mem
angkali kendaraan mereka meski menghalangi prapatan atau pun pertigaan sekali pun.
- Tentu saja bagi yang tidak sabar ingin berlaju menerobos si prapatan atau pun pertigaan menunggu lampu lalin menyala hijau justru menerobos batas garis stop. Bisa terbayang khan segimana sulitnya para pejalan kaki berjalan menyeberangi jalan raya?

- Seperti tampak pada foto di mana pada ruas jalan raya di Jl. Medan Merdeka Barat kodya Jakarta Pusat di mana tombol pengatur lampu lalinnya tidak berfungsi. Kami para pejalan kaki harus melambaikan tangan kiri dan kanan kami agar diberi ruang gerak untuk menyeberang dari ganasnya arus kendaraan bermotor.

Aku foto diriku ini dengan HP Nokia N70 milikku di mana jelang siang itu aku baru saja santap siang di es krim Itali Rogusa di Jl. Veteran I hendak menuju halte busway Monumen Nasional sekitar pertengahan tahun 2011.

Meskipun diberi kesempatan dengan bergantian menyala warna hijaunya, namun seringkali terlihat pengendara kendaraan bermotor tidak sabar untuk terus menancapkan laju kendaraan yang mereka kemudiin itu. Terlebih para penyeberang jalan itu sendiri yang suka melanggar selagi lampun lalin mereka masih menyala merah.

Kamis, 01 Juli 2010

Hal 1 > Kisruh Dalam Berjalan Raya

Catatan Pribadiku Tentang
Jalan Raya
Karya Aku Sendiri
Kilasan Tentang Jalan Raya
Jalan raya yang kita ketahui merupakan sarana perhubungan darat yang berlaku bagi segala jenis kendaraan baik bermotor maupun dikayuh dengan tenaga kita sendiri. Belakangan ini jalan raya di negara kita menjadi sorotan tajam sebab kondisinya yang banyak memprihatinkan. Tidak seperti kebanyakan di luar negeri yang tertata rapih dengan lingkungan sekitar yang ada, di Indonesia khususnya akses jarak dekat dan jauh saja akan selalu ditempuh dengan lama. Tentu saja selain membuat waktu yang terbuang sia – sia, tenaga dan barang – barang keperluan kita pun juga ikut diterlantarkan.
Untuk itulah demi menyikapi kondisi jalan raya yang ada aku sekedar ingin mencurahkan perhatianku kepada pahlawan perhubungan darat ini yang tentu saja dibantu oleh tangan – tangan terampil para pekerja di bidangnya dalam hal ini kontraktor bangunan jalan raya entah apa itu namanya.
Kondisi Jalan Raya di Ibukota Jakarta-ku Terkini
Banyak keluhan dari para warga yang merasakan kondisi jalan raya yang beraneka ragam problema. Hal ini semata karena kesalahan pengelola jalan raya. Entah siapa yang dipermasalahkan dan sejauh mana kesalahan itu terkuak hingga ke akar – akarnya. Tentu panggung ini panggung sandiwara bagi dunia yang fana. Kita ambil hikmahnya saja bahwa dari sekian banyak kondisi jalan raya yang ada juga harus didukung oleh para penggunanya juga. Arus kendaraan yang macet akan berakibat fatal apabila kedisiplinan para pengendara masih banyak yang rendah. Seperti saat sudah mengetahui kemacetan terjadi, tetapi masih saja ada yang menyelinap di arah yang berlawanan, masih saja memaksa berlaju saat macet meski lampu lalu lintas masih berwarna hijau, masih saja mengambil lajur kiri untuk berbelok ke kanan dan masih banyak problematika lagi.

Untuk selengkapnya, marilah kita tinjau problematika yang ada berikut kategori – kategori yang aku rangkum seperti berikut di bawah ini :

Daftar Isi
Setidaknya tampilan format daftar isi ini sekedar mempermudah kita untuk mencari bab – bab dan subbab – subbab yang ingin kita lihat atau pun baca.

1. Mewakili Fasilitas Umum Penyeberangan Yang Tidak Diperhatiin
1.1. Fasilitas Umum di Sisi Stasiun KA

1.2. Zebra Cross Tidak Terawat

2. Mewakili Terganggunya Arus Kendaraan Bermotor
2.1. Area Parkir Kendaraan Pribadi

2.2. Area Parkir Tukang Ojek dan Sebangsanya

2.3. Arus Kendaraan Bermotor Melawan Arus
3. Sudah Tahap Mendesak
3.1. Rambu – rambu Lalu Lintas

3.1.1. Kekacauan di Pertigaan dan Prapatan Tanpa Lampu Lalu Lintas

3.1.2. Kekacauan di Pertigaan dan Prapatan Dengan Memiliki Lampu Lalu Lintas

3.1.3. Minim Kesadaran Berhenti di Garis Stop Sewaktu Lampu Merah

3.2. Minimnya Trotoar Yang Lega

3.2.1. Bangunan Tegak Terlampau Dekat Dengan Ruas Jalan Raya

3.2.2. Trotoar Tersita Lahan Parkir Kendaraan Bermotor

3.2.3. Trotoar Terhalang Pepohonan Rindang

3.2.4. Trotoar Terhalang Pagar Pembatas Bangunan Pinggir Jalan

3.2.5. Berharap Menjadi Pedestrian Seutuhnya

3.2.6. Sempitnya Jalan Umum, Dihalangi Bangunan Kecil Pula

3.3. Jaminan Terhadap Keberadaan Bus Trans Jakarta